Saya bekerja sebagai freelancer web developer yang sebetulnya tidak mengharuskan saya tinggal di kota besar. Tidak ada kantor, alias kerja di rumah.
Itulah yang membuat saya memutuskan pindah dari Jakarta ke Citra Maja City (sebelumnya bernama Citra Maja Raya).
Toh, saya membuat website di rumah, tidak ada ritual commuting ke kantor.
Ditambah lagi, saya cukup penasaran dengan gaya hidup slow-motion di kota kecil seperti Maja.
Setelah sebulan tinggal di Citra Maja, ada beberapa hal yang saya tidak terduga.
Jika kamu mempertimbangkan tinggal di Maja, mungkin ini hal yang harus kalian ketahui:
Sama panasnya dengan Jakarta

Maja bukan daerah pegunungan.
Maka jangan harap Maja akan sesejuk Puncak atau Bandung.
Memang ada banyak pepohonan sehingga tidak terlalu menusuk seperti Jakarta atau Surabaya.
Saat malam pun lumayan dingin sampai-sampai tidak jarang yang punya pemanas air agar tidak kedinginan saat mandi di malam dan pagi hari.
Ternyata banyak rayap

Sebenarnya ini tidak unik di Maja.
Serangga ini muncul dan mencari sumber cahaya (lampu) ketika musim hujan akan datang. Daerah yang masih hijau biasanya sering mengalami fenomena ini.
Seharusnya saya sudah perkirakan, tapi karena terlalu lama tinggal di Jakarta tanpa keberadaan makhluk ini, maka ini adalah sesuatu yang mengejutkan.
Untungnya tidak sulit mencegah rayap masuk rumah:
- Matikan lampu depan
- Pasang penutup celah pintu
- Semprot Baygon.
Jam 8 malam sudah sepi

Benar sekali. Jam 8 malam bagaikan jam 12 malam di Jakarta.
Malah mungkin lebih sepi lagi.
Tapi bukan berarti tidak ada yang beraktivitas di malam hari. Beberapa penjual makanan dan cafe ada yang buka 24 jam.
Tapi sejak tinggal di Maja, jam 8 malam jadi patokan untuk siap-siap pergi tidur.
Harga makanan tidak semurah yang saya harapkan

Waktu saya survey hunian, saya sempatkan membeli nasi padang di salah satu ruko di Citra Maja.
Harganya murah. Cuma Rp12 ribu.
Di Jakarta setidaknya berkisar antara Rp15 ribu sampai Rp20 ribu.
Saya juga sudah melakukan riset dan menemukan bahwa biaya hidup di Maja lebih rendah di Jakarta.
Otomatis saya berasumsi semua makanan di Maja memang lebih murah dari Jakarta.
Ternyata saya salah.
Tidak jarang harga makanan di Citra Maja sama saja dengan di Jakarta.
“Seharusnya tidak semahal itu.” kata seorang penjual makanan murah yang saya temui.
Ia menjelaskan banyak penjual di sini yang “mau cepat untung”. Ditambah lagi sedikitnya kompetitor membuat penjual bisa memasang harga sebebasnya.
Tapi tidak semuanya begitu. Ada banyak yang menjual makanan dengan harga rasional bahkan sangat murah.
Yang terpenting rajin mencari dan tandai lokasi yang kamu rasa makanannya enak dan terjangkau.
Sinyal HP tidak pernah penuh

Meski sudah didukung infrastruktur modern, Citra Maja City tidak ‘sekencang’ Jakarta.
Saya menggunakan jaringan Tri (Indosat) yang mana saya hanya dapat sinyal 50% di dalam rumah dan 75% di luar rumah.
Apakah pernah dapat 100%?
Pernah, tapi jarang.
Tapi saya sendiri tidak perlu sinyal maksimal.
Sebab sinyal 50% saja sudah cukup untuk browsing, menonton YouTube, video meeting, dan melakukan pekerjaan online.
Penutup
Terlepas dari beberapa kekurangan tersebut, Maja secara subjektif lebih nyaman dan sehat dibanding Jakarta.
Hanya perlu sedikit adaptasi dan mengenali seluk-beluk kota kecil ini.
Punya pengalaman baru saat tinggal di Maja? Silakan bagikan di kolom komentar.





